REFLEKSI DIRI UNTUK YANG LEBIH BAIK

ADA suatu hal yang tidak bisa kita pahami ketika seseorang mulai menjauh atau berubah pada waktu yang berbeda, sesuatu yang harus kita terima, sesuatu yang kita tidak suka bahkan. Kita tidak akan pernah
tahu hal apa saja jika kita belum mengenal- mengamati mencoba-membuat kesalahan
untuk menjadikan hidup ini lebih berarti.

Terkadang, tanpa kita sadari kata-kata atau perilaku kita lebih dahulu menyakiti seseorang yang sebelumnya pernah berkata jahat pada diri kita. Kesalahan kita adalah,
selalu menganggap diri kita ini berada di pihak yang benar sedangkan orang yang
mengatakan hal buruk tentang kita adalah orang yang berada di posisi yang salah. Mengapa kita tidak segera memberitahu diri kita saja, kira-kira apa yang sudah membuatnya bertingkah laku demikian? Mengapa tidak kita cari tahu dalam diri kita (diri manusia yang tak pernah sempurna ini) untuk segera mengetahui apa yang salah
dalam diri kita?
Disaat kita menjalin hubungan (persahabatan
atau kekasih), banyak hal yang kita temui Diantaranya; ketidak-saling pengertian, kesulitan menjalin komunikasi yang
seimbang dengannya, kurangnya introspeksi
diri ketika kita temui ia mungkin kesal terhadap kita lantas kita menjauhinya bukan malah menanyakan apa yang terjadi. Orang yang diam, atau melampiaskan amarahnya
kepada orang lain atau media lain seperti social media, bisa jadi ia mungkin tak memiliki perantara seseorang yang bisa
menyampaikan perasaannya tentang diri dan salah kita. Tak bisakah kita berpikir posistif
saja bahwa ia melakukan hal demikian adalah suatu bentuk teguran dari Tuhan agar
kita bisa menjadi lebih dewasa?
Mengapa kita harus marah karena ia telah melampiaskan amarah-amarahnya ke jejaring
sosial? Mengapa tak segera kita
mengintrospeksi diri saja mengapa ia bertindak demikian? Tentu, tidak akan datang
asap jika tak ada sumber api bukan?
Seorang yang cerdas tentu bisa mengambil pelajaran dalam masalah-masalah hidup
yang ia hadapi. Seorang yang cerdas tidak lantas membalas perkataan kasar disaat dia
terlebih dahulu memfonis diri kita bersalah atau menyinggung kita terlebih dulu melalui
media sosial. Mengembangkan masalah di sebuah media
sosial yang sudah jelas bisa dibaca oleh khalayak ramai memang sedikit ‘vulgar’
dalam artian ‘tak beretika’. Hanya saja, disamping itu semua ada satu pesan
psikologi yang dapat kita jadikan pelajaran;
bahwa tidak semua orang memiliki kepercayaan terhadap apa yang sedang ia hadapi untuk diceritakannya dengan orang lain; bahwa kekuatan kata-kata yang ditransformasikan ke dalam media sosial secara tidak langsung memiliki ‘motivasi’
penggerak yang suatu saat dapat mengubah
cara berpikir kita tentang hal buruk apa saja

yang harus kita ubah agar menjadi lebih baik
lagi.